Wednesday 11 June 2008

Monolog-nya Pak Sas

Dude and Nyuks....ini ada oleh-oleh yang membuat kita mungkin tersenyum, mungking menangis haru (seperti gua) dan tertawa dan crying all out lagi....dari Pak Sas alias Setan Gundhul



Terimakasih ya pak.....it means so much for each and everyone of us.



Monolog
Thank You God for the Earthquake


Esuk kuwi, I started the day not in a stylish way. My demanding dad ngersakke sarapan sing rada pakra, decent breakfast pokoke. FYI, bapakku kalo tidak high quality food ra kersa dhahar, wis jeleh mangan ra enak jaman isih cilik. So, my mum and I went to the nearby market daripada digrenengi. We decided to buy jackfruit cooked in rich coconut milk alias gudheg. Nanging, pagi itu, tidak seperti biasanya, pletheking surya tidak sendirian. The rising sun brought with him, a shocking companion. Pas lagi asyik – asyiknya kulak gudheg sinambi ngobrol ngalor ngidul, all of the sudden, tiba – tiba, bumi bergoncang keras. Swarane sora pindha mbedhah – mbedhahna bumi, suara bergemuruh seperti membelah bumi, earth was shaking. Bethara Kala ngamuk golek tumbal. Sak kal, seketika itu juga, kabeh padha pating bleber, mlayu sipat kuping, rebut dhucung, ribut pindha gabah den interi. Hujan genting dan batu di mana – mana, disusul hujan tangis, lalu berikutnya … hujan darah, udan getih. Getihe awake dhewe, getihe sedulur – sedulure, getihe tangga teparo. Ora watara suwe, tidak lama kemudian, layon padha pating glimpang, mayat – mayat bergelimpangan pindha babatan pace. Sing padha slamet, padha sambat sebut, mengerang, menangis …………………….. Dhuh Gusti, iki lelakon apa?

Nanging, sapa nyana, sapa ngira, iki dadi mula bukaning carita yang penuh warna. I was doing whatever I could to help those in needs after the aftermath, aku baru ke sana ke mari cari bantuan when a friend rang me saying that an INGO called Save the Children was trying to set up an office and would need a local person’s assistance. The next morning, ngerti – ngerti aku diinterview. Lan esuk candhake, before I realized it, I was one of the staffs of the LSM. Padahal mbok sumpah, aku belum pernah ikut LSM, baru itu juga aku denger Save the Children. Ceritanya, critane, aku keblasuk ntuk gawean kaya ngene. Who would have thought that this feeling of loss, turned out to be one valuable chapter of life?

Aku wiwit ketemu beberapa orang yang sebenernya tidak terlalu enak dilihat, tapi akeh gunane tumraping rasa pangrasa. Ketemu Mbak Lusi yang seperti spyderwoman for she seemed to have web alias network ke mana – mana and kalo ngobrol bareng akeh nyambunge apa meneh tentang gang barang tuwa (maklum sama – sama karoseri lama). Ada Pak Abadi and Pak Maji, yang kaya gali terminal. Ada Mabk Arita yang super rajin bin sregep and telaten (serahkan semua urusan dhuwit sama si mabk ini and ditanggung pasti rebes). Terus Si Evie yang tiap hari mejanya kulewati tapi sumpah mati aku dulu ra ngerti blas kerjaan orang ini. Si sopir Kepleh bin Yip sing uripwe mung nggo nesu, hidupnya didedikasikan kepada kemarahan dan kekesalan. Sopir lain yang ra kreatif blas, aku gundhul, dheweke melu - melu gundhul bin ngantukan apalagi nek neng ngisor wit talok. Dhian, the corner girl, yang kecil mungil tapi temennya si raksasa hijau Temba. Lalu ada Tita yang sering ngaku detox gak tahunya ada makanan aneh ya diembat juga. Si Ibeng ini seteru abadi Tita, eh seteru abadi finance juga dhing, karena sering ngembat makanan di kulkas yang nota bene punya Tita (punya siapa lagi kalo bukan?). Jangan lupa juga the deafening woman Lala yang biar badan mini, suaranya mencapai 150 desibel. And masih ada Hayu yang dulu katrok bin ndesa tapi akhirnya jadi modern bin kutha. Ada Pak Budi yang ... ah gak usah disebutkan lah bikin moodku hilang.

All are recorded in my low capacity memory. Mereka membawa kenangan sendiri. Bungah, susah, mangkel, nesu, gondhok, ribut, rame, padu, kesel, happiness and sorrow, joys and laughter, semua aku alami bareng manusia – manusia ini. Dari mulai keblasuk blasuk cari sekolah, tanya sana – sini, mitang miting, kirim barang ngalor ngidul, minta map juga ke banyak tempat, pelatihan rana rene, nyeneni and diseneni (iya ta Run?). Ngobrol , nyangkem, nongkrong, curhat, nggosip, grenengan, dan lain lain These people have put more colors in my days for the past 2 years than many other people in my life.

And in the past two years, between floats and clearance, between budgets and meetings, between travel and desk jobs, things happened. Banyak yang berubah di antara kami, kadang baik, kadang buruk. Yang paling besar tentu saja, now I have Ito alias Thole, alias Li’l bear. Thank You God and Simbok for my life’s greatest gift. Now, I have even more reasons to live. Ada yang dapet kawan bin teman, kayak dua sejoli Tita and Evi, or musuh kayak Chairun and … tahu lah siapa. Dhian yang dulu blas ra ana swarane, eh di akhir – akhir ketawanya melengking tinggi kayak kuntilanak persis and nek mangan di sega geneng entek rong piring. Tita yang musuhnya cuma empat: cicak, tokek, tikus and Ibeng (yang ngakunya tambah gemuk padahal ya masih di bawah garis hijau). Lal yang dating – dating terus meteng bin hamil. Edu yang jumlah timnya gak pernah jelas, dari sembilan ke lima, ke empat, ke tiga, ke empat lagi.. wah jan. Semua berubah entah sedikit entah banyak. We all change. (Everyone taps neighboring shoulders)

Pengalaman yang hebat memang. Dan semua pekoleh, semua entuk – entukan. Entuk dhuwit, pengalaman, pembelajaran, ketrampilan, pengetahuan … and ada satu lagi … yang mungkin terlupakan atau tidak terpikirkan or tidak kita sadari … Who would have thought, sapa ngira? Just when other people lost their brothers, sisters, uncles, aunties and grannies, we have got ourselves … best friends, sedulur, a home … a family – a great gift of life. (kabeh salaman and rangkul – rangkulan)

Nah, dina iki, wis titi mangsane kabeh kuwi kudu dirampungi. Hari ini semua harus diakhiri. Jarene kyai pinter saka manca, farewell is at the end of every acquaintance. Ana mulabuka ana pungkasan. Ada awal ada akhir. We have all learned and developed, now it time to share with others, other people than ourselves. Beberapa sudah jelas akan berbagi dengan siapa, Tita dengan masyarakat Aceh, Evi dengan orang – orang Ternate, Lia dengan people at the border country, Atambua. Yang lain, pada saatnya, akan berbagi dengan orang – orang lain juga. Mulai hari esok, banyak yang akan berubah, no more suara kuntilanak ketawa Dhian, no more upil Ibeng, no more ilmu teriakan halilintar Lala, no more hayu memanggil Kak Ibeng, no more nasi goreng, no more Mbah Kerto, no more teriakan orang ulang tahunyang dikerjain, no more keluh kesah si orang besar di meja makan, no more nguyak uyak clearance. Sedih, susah, berat memang. It is the nature of a farewell. It is always hard to say good bye. But who says that this is a good bye? This is just like saying see you next time. Ini bukan akhir sebuah cerita kehidupan, ini hanya kahir dari satu babak cerita dalam hidup. This is just the end of one chapter in life. There are many more chapters in life not necessarily with the same characters but hopefully with equally colorful.

Matur sembah sewu nuwun semua for coloring my life, for making me a different man, for putting the chocolate on top. It is been a great pleasure working with you all. Dan tentu saja Thank You God for the earthquake, otherwise I would never have met these family of mine.



Sas

2 comments:

Tita_r said...

ujan air mata neh....sedih dan senang jadi satu...sedih because i have to say goodbye to a fantastic memories, senang karena i know i have a great friends back then.

D said...

hiks.... pak kok aku temennya raksasa dan suara ketawaku kayak kuntilanak, berhubungan dengan makhluk halus kabeh ya?:) btw... monolog pak sas ini dibacakan pas farewell party kemaren ,,,ku sedih sampe ra isa nangis....