Ya, sebenarnya apa sih dedikasi?
Bang Dedy? Hmmm... mantan auditorku dulu itu emang baek banget. Aku suka... menertawakannya!! kekekeke. Atau Mas Dedi? Nah, cowo seksi yang satu ini bisa merusak otak kita, bertiga malah berniat bersaing untuk mendapatkannya. Mata yang sangat luar biasa, dengan senyum manis dan ber-dedi-kasi.
Eh... jadi apa itu dedikasi?
Aku ga tau.
Norak! Jadi kamu mau ngapain sebenarnya?
Eh, kok malah nanya? Kirain kamu mau cerita, apa itu dedikasi? Bukannya kamu tau apa itu dedikasi?
Kalo aku tau, kenapa nanyak?
Ih, jadi pemarah. Orang pemarah itu berdedikasi ga yak? Kekekeke... Jujur, aku ga tau. Ada yang bilang, Butet Manurung ber-dedi-kasi. Jadi apa? Apa karena dia punya Dedi? Atau... (senyum sok bloon)
Hiiiih....!!
Ok... ok. Aku bukan ahli bahasa. Entahlah. Dan aku juga tidak menyebutkan diriku berdedikasi. Tapi kalo ga salah kata itu berasal dari kata dedicated kan? Atau bukan? Ah, pertanyaanmu susah. Wiken gini harusnya nanya yang gampang, kaya... besok jadi nonton ga? Ke tukang jait kapan? Facial? Spa? Orang kayaaaa...
Trus... trus...? Apa lanjutan dedicated tadi?
Apa ya? Aku juga ga terlalu ngerti tentang dedikasi itu, makanya menurutku kamu bertanya ke orang yang salah. Kalau emang benar dedikasi berasal dari kata dedicate tadi, ya, berdedikasi itu sebenarnya istilah relatif. Berdedikasi pada apa? Misalnya, lagi-lagi Butet Manurung, dia berdedikasi sama masyarakat pedalaman, rimbawan. Tapi dalam hal ini, dia pasti tidak berdedikasi sama... siapa ya? Lembaganya dulu? Mungkin... ah, pertanyaan yang membingungkan. Pertanyaanmu cuma satu, kenapa aku ga bisa menjelaskannya ya?
Orang-orang NGO suka dibilang, harus berdedikasi. Berdedikasi sama siapa? Kemaren waktu aku terlibat di JE, salah satu pihak yang harus kita beri pertanggung jawaban adalah juga masyarakat. Kalau begitu seharusnya kita berdedikasi sama masyarakat yang kita bilang kita dampingi, kita bantu dong?
Jadi?
Jadi....? Ya... tergantung sih, kamu berdedikasi sama siapa? Tinggal pilih, sama masyarakat, sama bos, sama organisasi, sama Tuhan yang memberikan kamu kesempatan itu. Aku juga ga tau, tapi beberapa tahun yang lalu, aku merasa lelah dan marah pada tempat aku kerja dulu. Aku marah sama bosku, dengan semua sepak terjangnya yang membuatku muak. Aku marah sama organisasiku yang menurutku mengubek-ubek kondisi masyarakat atas nama development dan meninggalkannya begitu saja, yang membuat kondisi mereka bahkan lebih buruk dibanding sebelum organisasi itu datang. Mereka, ah ga, aku ada di dalamnya, membuat semuanya lebih buruk dari sebelumnya.
Kamu kecewa? Marah?
Aku punya hati, aku punya mata, aku bisa merasa. Hanya orang-orang ndableg itu yang masih anteng di posisinya. Keenakan. Bagaimana mungkin mereka bisa bicara soal improving live, ketika mereka sendiri hanya kejar tayang? Bicara berapa duit yang sudah didistribusikan untuk program tertentu... bicara indikator yang diukur, bicara bagaimana mengukur, bagaimana membuat report. Tapi mereka ga bertanya yang paling penting: APAKAH MASYARAKAT MENGALAMI PERUBAHAN (TRANSFORMASI)?
Kamu terdengar marah.
Marah, kecewa. Semua. Aku sempat pundung waktu itu. Sampe seorang bapak beruban, melihat, mengajakku bicara. Aku masih ingat dia bilang apa. Dan, mungkin karena itu, aku ga terlalu pusing dengan apa yang dimaksud dengan berdedikasi... atau mungkin itu juga yang dimaksud dengan berdedikasi ya? Ga tau juga d.
Oh ya? Dia bilang apa?
Ketika kamu create suatu program dan kamu tinggalkan, kamu tidak ubahnya seperti pemuda yang menghamili pacarmu dan meninggalkannya. Analogi yang aneh, jelas-jelas aku cewe. Lagian, mana mau aku dihamili sebelum dinikahin. Pernah waktu itu aku sama cowoku... eh... ngomong apa sih? Salah...
Iya, itu yang dia bilang. Seperti itulah yang kamu lakukan. Jadi... sampai batas-batas tertentu, bekerjalah terus, ciptakan perubahan di sekitarmu, mulai hari ini, mulailah dari dirimu sendiri. Heran, dia mengatakan ini jauh sebelum AA Gym mempopulerkannya. Junjunganmu, bukanlah bossmu. Menyebalkan ketika dia melakukan banyak hal yang kamu tidak suka. Saya kenal baik bossmu. Junjunganmu juga bukan organisasi ini, meski punya banyak nilai yang luar biasa bagus, serasa di surga. Junjungamu adalah Tuhan, yang mengijinkan kamu bekerja di sini, mengijinkan otak dan hatimu bekerja dalam waktu yang bersamaan. Juga masyarakat yang menjadi tanggunganmu.
Hmmm... Jadi... ini tentang Tuhan dan Masyarakat? Dedikasinya ke sana?
Itu menurut dia, yang kemudian aku renungkan. Dia bilang gini lagi, organisasi bisa punya banyak sekali konsep, cara, strategi yang kadang tidak kita pahami. Tapi ketika perubahan kecil kamu lakukan, kamu akan merasa berbeda. Lupakan si .... (dia menyebutkan bosku dengan nama yang tidak pantas kutulis di sini). Dia itu... (sorry, aku ga berani). Tapi, ingat masyarakatmu, ingat Tuhanmu. Mari belajar bertanggung jawab. Kalau kamu memang harus pergi, berkreasi di tempat lain, tetaplah bawa sudut pandang ini, supaya kamu tidak kecewa. Vi, masyarakat... somehow, tidak akan mengecewakanmu. Apalagi Tuhan. Jadi... kalo bos dan organisasi mengecewakan... well, kamu masih punya back up masyarakat dan Tuhan kan?
Kamu ingat KSM-KSM yang kamu bangun? Perubahan apa yang kamu lihat dari mereka? Bersukacitalah untuk setiap perubahan yang kamu lihat, sekecil apapun. Karena mereka tanggung jawabmu. Aneh rasanya dia bicara begitu. Dia ngomong akuntabilitas jauh sebelum aku mempelajari bahwa yang dia sebut itu akuntabilitas.
Tuhan dan masyarakat. Hmmm... aku kayanya pernah dengar kata-kata itu ya. Pro Deo dan apa gitu?
Anyway... sampai sekarang aku belum bisa memberikanmu informasi penting tentang apa itu dedikasi. Aku sendiri belum merasa berdedikasi. Satu hal yang pasti, aku menuju ke sana. Dan aku sangat ingin selalu mengingat kata-kata bapak beruban itu. Itulah sebabnya ketika seorang bapak botak mengirimka imel padaku menceritakan tentang tanggung jawab kerja kepada DIA, aku langsung tersentak, betapa bicara dedikasi -- kalau memang yang kusebut tadi dedikasi -- perlu selalu diingatkan. Butet Manurung aja kadang-kadang kecewa dan ingin berenti kok.
Sorry ya, aku ga bisa menjelaskan tentang dedikasi itu. Satu hal, aku hanya memegang apa yang aku pikir menjadi tanggung jawabku. Bersuara ketika harus. Bertindak. Dan pergi ketika harus. Semuanya dengan alasan... untuk Tuhan dan Masyarakat. Bukan untukku, bukan untuk organisasi, bukan untuk bos.
Semua orang sah-sah saja punya sudut pandang berbeda.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment