Dalam waktu kurang dari sebulan, rasanya bisa membuat aku muak dengan kata-kata AGAMA. Berawal kasus pemutaran film di kelurahan. Si Lurah mengusulkan untuk membuatnya di teras masjid dan berjalan sesuai rencana. Sampai pada acara pemutaran malam hari, beberapa warga marah-marah. Beberapa lainnya membela kami, karena usulan itu sendiri datang dari Lurah. Belakangan ketika konfirmasi, Lurah mengatakan kalo usul itu datang dari Imam.
Ketika ribut-ribut dan aku baru saja tiba, seorang bapak tiba-tiba menghampiriku. Bertanya dengan keras: Agamamu apa? Aku diam, bingung dan sedikit kaget dengan pertanyaan itu. Dia marah dan kembali bertanya: agamamu apa? Kujawab: saya Kristen Pak. Langsunglah dia marah dan menuding-nuding. Itulah!! Itulah!! Itulah!! Sebelum dia sempat lebih marah lagi, seorang teman datang menghampiri dan mengalihkan perhatian dan marah bapak itu kepadanya.
Kejadian kedua, aku memasukkan lamaran ke salah satu organisasi Kristen. Sebelumnya aku pernah bekerja di LSM yang berbasis gereja dan aku menikmati kerja di sana, karena yang bekerja tidak hanya orang Kristen. Dan aku tidak pernah ditanyakan apa agamaku (yang pastinya temen bukan Kristenpun tidak pernah ditanyai). Lamaranku ditanggapi dengan application form. Olala... ternyata ada bagian kesaksian bagaimana aku mengenal Kristus, Amanat Agung dan bagaimana pekerjaan pelayananku di gereja selama ini.
Entahlah... dulu, waktu fresh graduate mungkin aku akan mengisinya dengan menggebu-gebu. Maklumlah... aktivis PMK kan? Tim inti kelompok pemuridan lagi. Kakak pemimpin kelompok kecil dengan banyak 'anak' dan 'cucu' kelompok kecil. Dengan segudang pengalaman pembinaan, buku-buku yang pernah kubaca... pasti pertanyaan-pertanyaan itu kuisi dengan semangat.
Bekerja di banyak tempat, berkenalan dengan banyak orang, melihat banyak kerusuhan, pertempuran karena agama, membuatku banyak berfikir dan mungkin tanpa kusadari cara berfikirku berubah.
Aku mencintai Tuhan Yesus, tentu saja. Seperti layaknya orang yang pacaran, kadang hubunganku naik, kadang turun. Tapi seperti lagu yang sering kudengar: I'll never loose my faith. Aku mungkin marah, kecewa, bahagia, bernyanyi... tapi aku tidak akan pernah kehilangan imanku, itu kira-kira lagu yang sering kudengar.
Namun... dengan penuh kesadaran, hari ini kuputuskan untuk tida melanjutkan proses di lembaga itu. Meski kalo keterima aku akan bekerja di Bandung (dekat dengan Jakarta), pekerjaan yang kusukai (dekat dengan anak-anak) dan meningkatkan pengalamanku di dunia per-M&E-an. Di atas semua itu... aku tidak suka... dan tidak ingin orang menilaiku dari agamaku. Kalo aku diterima kerja, terimalah aku karena kemampuanku, motivasiku dan semua pengalamanku. Bukan karena kesaksian iman yang hanya kutuliskan di kertas. Kamu bisa jamin aku menuliskan dengan wholeheartedly? Aku melamar untuk jadi pekerja, bukan jadi pendeta, bukan jadi gembala, bukan jadi pelayan... duh, kenapa emosional begini Vi?
Entahlah, tiba-tiba rasanya hatiku alergi. Dua sisi yang berbeda dari dua cerita itu emang. Satu, aku dimarah-marahi karena aku Kristen. Dua, aku mungkin mendapatkan pekerjaan karena kesaksianku sebagai orang Kristen. Dua-duanya tidak kusukai. Sejarah membuktikan betapa banyaknya masalah karena agama. Uh... seandainya semua orang bisa melihat kepercayaan itu masalah pribadi dan saling menghormati apa yang dipercayai orang lain... mungkin dunia ga sejahat sekarang.
Penting ga sih mengetahui agama orang lain? Mungkin untuk teman hidup, karena itu bagian dari menjadikan gambar yang sama, itu sangat penting. Beberapa orang menganggap itu prinsip. Lainnya menganggap itu bagian dari yang bisa dikompromikan. Karena toh sama-sama percaya dan mencintai Tuhan. Tapi untuk pekerjaan? Untuk persahabatan? Perkenalan? Perlukah kau tau agamaku, kau tanyakan agamaku?
Tuesday, 18 November 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)